Dosen Penggoda di Lingkungan Kampus: Pelanggaran Etika dan Ancaman terhadap Profesionalisme
![](https://statik.unesa.ac.id/plb/thumbnail/d8f90955-d203-4885-b422-19a4d0b78b02.jpg)
Perilaku dosen pria yang senang menggoda rekan kerja lawan jenis maupun mahasiswanya adalah bentuk pelanggaran etika yang serius di lingkungan kampus. Sebagai seorang pendidik, dosen memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga integritas dan menciptakan suasana yang aman dan profesional. Ketika seorang dosen menggunakan posisinya untuk menggoda atau bersikap tidak pantas, hal itu tidak hanya merusak reputasi mereka sendiri, tetapi juga menciptakan ketidaknyamanan bagi korban. Menurut Prof. Louise Fitzgerald, seorang ahli psikologi dalam pelecehan seksual, perilaku seperti ini merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang sering kali dianggap remeh. Korban, baik itu rekan kerja maupun mahasiswa, sering merasa tertekan karena harus tetap berinteraksi dengan pelaku dalam lingkungan yang sama. Akibatnya, perilaku ini dapat menciptakan suasana kerja atau belajar yang tidak kondusif. Tindakan menggoda yang berulang kali juga dapat mengarah pada pelecehan seksual, yang memiliki konsekuensi hukum dan sosial yang serius. Oleh karena itu, perilaku seperti ini harus diidentifikasi dan dihentikan untuk melindungi lingkungan akademik dari pelanggaran moral dan etika.
Bagi rekan kerja, perilaku menggoda dari dosen pria sering kali menciptakan suasana kerja yang tidak nyaman dan tidak profesional. Rekan kerja yang menjadi korban mungkin merasa sulit untuk fokus pada tugas mereka karena terus-menerus menghadapi komentar atau perhatian yang tidak diinginkan. Selain itu, mereka juga mungkin merasa tertekan untuk tetap bersikap sopan karena takut akan dampak negatif pada hubungan profesional atau reputasi mereka. Menurut Dr. Paula Nicolson, seorang pakar psikologi organisasi, perilaku seperti ini sering kali memengaruhi dinamika kerja, terutama jika korban merasa terisolasi atau tidak didukung oleh kolega lainnya. Ketidaknyamanan ini dapat menurunkan produktivitas, semangat kerja, dan kolaborasi antar tim. Selain itu, perilaku menggoda yang tidak pantas dapat menciptakan lingkungan kerja yang toxic, di mana batas-batas profesional menjadi kabur. Penting bagi institusi untuk memastikan bahwa setiap individu merasa aman dan dihormati di tempat kerja. Kebijakan yang tegas terhadap pelecehan dapat membantu mencegah perilaku ini dan melindungi semua karyawan.
Bagi mahasiswa, perilaku menggoda dari dosen pria memiliki dampak yang lebih serius karena adanya ketimpangan kekuasaan. Mahasiswa yang menjadi korban sering kali merasa tertekan untuk menoleransi perilaku tersebut karena takut akan dampaknya pada nilai atau bimbingan akademik mereka. Perilaku seperti ini menciptakan hubungan yang tidak sehat antara dosen dan mahasiswa, di mana kepercayaan dan rasa hormat terdegradasi. Menurut Dr. Jennifer Freyd, seorang ahli trauma, perilaku tidak pantas dari figur otoritas dapat memicu *betrayal trauma*, yang mengakibatkan rasa pengkhianatan dan kehilangan kepercayaan terhadap institusi pendidikan. Mahasiswa yang mengalami situasi ini mungkin menjadi enggan untuk melaporkan atau mencari bantuan karena takut akan stigma atau dampak sosial. Akibatnya, proses belajar mereka terganggu, dan mereka kehilangan kesempatan untuk berkembang secara optimal. Institusi pendidikan harus mengambil langkah proaktif untuk melindungi mahasiswa dari perilaku seperti ini dan memastikan bahwa mereka merasa aman untuk melaporkan insiden tanpa rasa takut.
Perilaku menggoda yang dilakukan oleh dosen pria sering kali dianggap sebagai hal sepele atau bagian dari "humor." Namun, pandangan ini sangat keliru karena mengabaikan dampak psikologis dan emosional pada korban. Menurut Dr. Katherina MacKinnon, seorang ahli hukum dalam pelecehan seksual, perilaku seperti ini adalah bentuk pelecehan gender yang secara langsung merusak martabat dan kesejahteraan korban. Normalisasi perilaku ini di lingkungan kampus hanya memperkuat budaya diam, di mana korban merasa tidak punya pilihan selain menoleransi situasi yang tidak menyenangkan. Dalam jangka panjang, budaya seperti ini merusak integritas institusi pendidikan, yang seharusnya menjadi tempat belajar dan bekerja yang aman. Oleh karena itu, sangat penting bagi semua pihak, termasuk dosen lain dan staf administrasi, untuk tidak mengabaikan atau meremehkan perilaku menggoda yang tidak pantas. Kampus harus menjadi tempat di mana setiap individu diperlakukan dengan hormat dan bermartabat.
Selain merugikan korban langsung, perilaku dosen yang suka menggoda juga menciptakan dampak buruk bagi lingkungan akademik secara keseluruhan. Ketika perilaku ini dibiarkan atau tidak ditindak, hal itu menciptakan persepsi bahwa institusi pendidikan tidak serius menangani isu pelecehan atau pelanggaran etika. Menurut Prof. Deborah Rhode, seorang ahli etika profesional, institusi yang gagal menangani kasus seperti ini berisiko kehilangan kredibilitas dan kepercayaan dari masyarakat. Lingkungan akademik yang tercemar oleh perilaku tidak pantas akan sulit menarik dan mempertahankan tenaga pendidik dan mahasiswa berkualitas. Selain itu, rekan kerja atau mahasiswa lain yang menyaksikan perilaku ini mungkin merasa tidak nyaman atau takut akan menjadi korban berikutnya. Untuk itu, penting bagi institusi pendidikan untuk memiliki kebijakan yang jelas, seperti pelatihan kesadaran tentang pelecehan seksual dan mekanisme pelaporan yang aman dan transparan. Dengan demikian, lingkungan akademik dapat menjadi tempat yang benar-benar mendukung perkembangan intelektual dan profesional.
Para ahli sepakat bahwa perilaku menggoda yang tidak pantas harus dipandang sebagai pelanggaran serius di lingkungan akademik. Menurut Dr. Vicki Magley, seorang peneliti dalam perilaku organisasi, upaya untuk mencegah perilaku ini memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan edukasi, kebijakan tegas, dan perubahan budaya. Edukasi bagi dosen tentang batas-batas profesional dan pentingnya menciptakan suasana yang inklusif dan aman dapat mengurangi kemungkinan perilaku ini terjadi. Selain itu, kebijakan yang tegas terhadap pelanggaran etika, termasuk sanksi yang jelas, akan memberikan pesan bahwa institusi tidak mentoleransi perilaku seperti ini. Langkah ini tidak hanya melindungi korban tetapi juga mendorong pelaku untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka. Perubahan budaya yang mendorong rasa saling menghormati dan integritas adalah kunci untuk menciptakan lingkungan akademik yang lebih baik bagi semua pihak.
Kesimpulannya, dosen pria yang senang menggoda rekan kerja atau mahasiswanya melanggar etika profesional dan menciptakan dampak negatif bagi lingkungan kampus. Perilaku ini merusak hubungan antar individu, mengganggu produktivitas, dan menciptakan ketidaknyamanan yang signifikan bagi korban. Pendapat para ahli seperti Prof. Louise Fitzgerald, Dr. Jennifer Freyd, dan Dr. Deborah Rhode menegaskan pentingnya tindakan tegas untuk menangani dan mencegah perilaku ini. Institusi pendidikan harus melindungi korban, memberlakukan kebijakan yang jelas, dan mempromosikan budaya kerja dan belajar yang menghormati hak dan martabat setiap individu. Dengan mengatasi masalah ini, kampus dapat menjadi tempat yang lebih aman, inklusif, dan mendukung untuk semua anggotanya. Sebagai pendidik, dosen harus menjadi teladan dalam perilaku profesional, bukan pelaku yang merusak harmoni dan integritas lingkungan akademik.