“Is Inclusive Education Inclusive Enough?”: Portraying Student with Disabilities’ Experiences on Immersive Learning
![](https://statik.unesa.ac.id/plb/thumbnail/f7a773e4-e5e9-4a3c-a763-8aab9d4a795e.jpg)
Pendidikan inklusif telah menjadi landasan reformasi pendidikan, yang bertujuan untuk menyediakan kesempatan belajar yang adil bagi semua siswa, termasuk siswa berkebutuhan khusus. Di Indonesia, urgensi untuk pendidikan inklusif meningkat karena adanya kesenjangan yang signifikan antara jumlah sekolah yang mengadopsi praktik inklusif dan ketersediaan guru pendidikan khusus yang terlatih. Dengan lebih dari 122.000 siswa berkebutuhan khusus di 39.301 sekolah, negara ini menghadapi kekurangan 24.587 guru pendidikan khusus, yang menyoroti kebutuhan mendesak untuk meningkatkan inklusivitas program pendidikan. Pernyataan Salamanca (1994) dan Peraturan Menteri Indonesia No. 70 tahun 2009 memberikan kerangka dasar untuk upaya ini. Namun, tantangan tetap ada dalam menerjemahkan kerangka kerja ini secara efektif ke dalam praktik kelas yang mempromosikan pembelajaran yang bermakna dan inklusivitas.
Pengenalan pembelajaran imersif sebagai metode pengajaran dalam kursus Pendidikan Inklusif menandai perubahan signifikan dalam mengatasi tantangan ini. Pembelajaran imersif menekankan keterlibatan berdasarkan pengalaman, yang memungkinkan siswa untuk melangkah ke dalam realitas simulasi yang mencerminkan dinamika kelas yang beragam. Pendekatan ini menumbuhkan pemahaman yang lebih mendalam tentang inklusivitas, khususnya dengan memungkinkan siswa tanpa disabilitas untuk berempati dengan pengalaman teman sebaya mereka yang berkebutuhan khusus. Dengan menggabungkan simulasi strategi pengajaran yang tidak inklusif, pembelajaran imersif menegaskan pentingnya metode dan materi yang dapat diadaptasi. Manfaat ganda dari peningkatan retensi pengetahuan dan pengembangan sikap menjadikannya solusi inovatif dalam membentuk kembali kursus Pendidikan Inklusif.
Penelitian menggarisbawahi potensi transformatif pembelajaran imersif dalam meningkatkan hasil dan sikap akademis siswa. Sebuah studi yang melibatkan 29 siswa pendidikan khusus menunjukkan peningkatan yang nyata dalam nilai ujian dan perubahan positif dalam perspektif terhadap inklusivitas. Baik siswa dengan dan tanpa disabilitas menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam nilai rata-rata, dari 52,5 menjadi 81,25 dan 57,4 menjadi 80,4, masing-masing, setelah intervensi imersif. Hasil ini sejalan dengan penelitian global yang menunjukkan kemanjuran pembelajaran imersif dalam mendorong keterlibatan, meningkatkan pemahaman, dan memotivasi siswa untuk menerima realitas kelas yang beragam. Efektivitas metode dalam menangani aspek teoritis dan praktis Pendidikan Inklusif semakin menyoroti relevansinya.
Pendidikan inklusif bukan hanya tentang penyesuaian kurikulum, tetapi juga menumbuhkan sikap yang menghargai keberagaman. Pembelajaran imersif memainkan peran penting dalam hal ini dengan mensimulasikan tantangan dunia nyata dan menumbuhkan empati di antara siswa. Lebih dari 80% peserta dalam penelitian ini setuju bahwa pembelajaran imersif menarik dan memotivasi. Hal ini juga memfasilitasi pengembangan praktik reflektif dan strategi pengajaran kolaboratif di antara para pendidik. Temuan ini selaras dengan prinsip-prinsip pendidikan global yang menganjurkan keberagaman, inklusivitas, dan pendekatan yang berpusat pada siswa. Namun, pembelajaran imersif membutuhkan persiapan yang cukup matang, yang menggarisbawahi perlunya dukungan dan sumber daya institusional.
Kerangka kerja Pendekatan Pedagogis Inklusivitas dalam Aksi (IPAA) menyoroti elemen-elemen penting dari pendidikan inklusif, yang menekankan rasa hormat terhadap keberagaman, kompetensi guru, dan kemampuan beradaptasi. Siswa melaporkan bahwa pendekatan pembelajaran imersif berhasil mewujudkan prinsip-prinsip ini, meningkatkan apresiasi mereka terhadap metode pengajaran yang beragam dan praktik kolaboratif. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran imersif tidak hanya memenuhi kebutuhan akademis siswa penyandang disabilitas, tetapi juga mempersiapkan pendidik untuk merangkul inklusivitas sebagai filosofi pengajaran inti. Interaksi dinamis yang dipupuk oleh pendekatan ini berkontribusi pada lingkungan kelas yang lebih inklusif.
Meskipun menjanjikan, pembelajaran imersif bukannya tanpa keterbatasan. Ketergantungan studi pada desain pra-eksperimental membatasi generalisasi temuannya. Studi longitudinal yang lebih luas diperlukan untuk memvalidasi dampak jangka panjang dan kemampuan adaptasinya di berbagai mata kuliah. Meskipun demikian, hasil awal menyoroti potensinya untuk merevolusi cara Pendidikan Inklusif diajarkan, membuatnya lebih mudah diakses dan menarik bagi semua siswa. Dengan memanfaatkan pembelajaran imersif, universitas dapat memastikan bahwa kurikulum mereka selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 4, yang menganjurkan pendidikan yang inklusif, adil, dan berkualitas.
Sebagai kesimpulan, pembelajaran imersif menawarkan alternatif yang menarik untuk metode pengajaran konvensional dalam Pendidikan Inklusif. Pembelajaran ini membekali siswa dan pendidik dengan alat untuk menavigasi kompleksitas kelas yang beragam, menumbuhkan budaya inklusif yang menghargai semua pelajar. Karena lembaga pendidikan tinggi semakin mengakomodasi siswa penyandang disabilitas, pembelajaran imersif menghadirkan jalur inovatif untuk memastikan aksesibilitas dan kualitas pendidikan. Meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengoptimalkan penerapannya, kapasitas metode untuk mengubah sikap dan hasil pembelajaran menjadikannya komponen penting dari strategi pendidikan masa depan.
A Journal by: M. Nurul Ashar