Cinta di Antara Bayangan Part 4

Damar merasa terombang-ambing antara dua dunia. "Aku tidak tahu apakah aku bisa mempercayaimu lagi," katanya, suaranya bergetar. Raka mendekat, "Aku berjanji, Damar. Aku akan berjuang untuk kita, untuk keluarga kita." Damar merasakan ikatan yang kuat, tetapi ia juga ingat semua yang telah terjadi. "Aku perlu waktu untuk berpikir," jawabnya, hatinya berkonflik. Raka mengangguk, memahami betapa sulitnya situasi ini. Seminggu berlalu, dan Damar akhirnya memutuskan untuk kembali ke desa bersama Raka, tetapi bukan untuk melindungi desa, melainkan untuk membakar semua kenangan yang menyakitkan.
Saat mereka mendekati desa, Damar merasakan ketegangan di dalam dirinya. "Apa yang kau rencanakan, Raka?" tanyanya, suaranya penuh keraguan. Raka tersenyum sinis, "Kita akan menghapus semua yang mengikat kita pada masa lalu. Desa ini adalah simbol dari semua yang telah kita tinggalkan." Damar merasa hatinya bergetar, tetapi ada sesuatu dalam diri Raka yang membuatnya terpesona. "Kau yakin ini yang kau inginkan?" tanya Damar, berusaha mencari kejelasan. "Ya, Damar. Kita harus memulai dari awal, tanpa beban," jawab Raka, matanya berkilau dengan semangat.
Malam itu, mereka tiba di desa, dan suasana sunyi menyelimuti tempat itu. Damar melihat rumah-rumah yang pernah menjadi tempatnya berbahagia bersama Lila. "Ini semua harus hancur," kata Raka, mengeluarkan obor dari balik jubahnya. Damar merasa hatinya bergetar, tetapi ia tidak bisa menolak Raka. "Baiklah, kita lakukan," jawabnya, meskipun ada rasa ragu yang menggerogoti. Mereka mulai menyalakan api, dan nyala api itu melahap rumah-rumah yang pernah penuh kenangan.
Saat api berkobar, Damar merasakan kepedihan yang mendalam. "Apa yang telah kita lakukan?" tanyanya, suaranya penuh penyesalan. Raka menatapnya dengan tajam, "Kau tidak bisa mundur sekarang, Damar. Ini adalah jalan kita." Damar merasa terjebak dalam keputusan yang salah, tetapi ia tidak bisa mengubahnya. "Aku tidak ingin kehilangan semua ini," bisiknya, menatap api yang membara. Namun, Raka menariknya lebih dekat, "Kau harus melepaskan masa lalu untuk bisa melangkah maju."
Api semakin membesar, dan Damar merasakan panasnya menyengat kulitnya. Kenangan indah bersama Lila mulai berputar dalam pikirannya. "Lila, maafkan aku," ucapnya dalam hati, merasakan kesedihan yang mendalam. Raka, yang melihat perubahan di wajah Damar, berusaha meyakinkannya. "Kita akan menemukan jalan baru, Damar. Kita bisa menciptakan masa depan yang lebih baik," katanya, tetapi Damar merasa semakin terasing. "Tapi aku tidak ingin masa depan ini," jawab Damar, suaranya penuh keputusasaan.
Saat api melahap desa, penduduk mulai terbangun dan berlari keluar, panik melihat apa yang terjadi. "Apa yang kalian lakukan?!" teriak salah satu penduduk, wajahnya penuh ketakutan. Damar merasa hatinya hancur melihat orang-orang yang pernah ia cintai berlari ketakutan. "Raka, kita harus berhenti!" teriaknya, tetapi Raka hanya tersenyum sinis. "Tidak, Damar. Ini adalah awal baru bagi kita," jawab Raka, suaranya penuh keyakinan. Damar merasa terjebak antara cinta dan pengkhianatan, hatinya berperang dengan dirinya sendiri.
Di tengah kekacauan, Damar melihat sosok Lila berlari ke arahnya, wajahnya penuh ketakutan dan kebingungan. "Damar! Apa yang kau lakukan?!" teriak Lila, matanya penuh air mata. Damar merasa seolah dunia di sekelilingnya runtuh. "Lila, aku—" tetapi Raka memotongnya, "Dia tidak mengerti, Damar. Kita harus pergi!" Damar merasa terbelah antara dua dunia, antara cinta yang tulus dan ikatan darah yang mengikatnya. "Aku tidak bisa meninggalkan Lila," ucapnya, suaranya bergetar.
Lila mendekat, berusaha meraih tangan Damar. "Kau tidak perlu melakukan ini, Damar. Kita bisa memperbaiki semuanya," katanya, suaranya penuh harapan. Damar merasakan hatinya bergetar, tetapi Raka menariknya kembali. "
~bersambung~